Minggu, 14 Oktober 2012

Kisah Tentang Pohon Apel Dan Bocah Laki-Laki

Saya sempat melihat sebuah video dari dari salah satu motivator terkenal Andrie Wongso. Video ini berjudul Kisah Tentang Pohon Apel. Saya akan mencoba ceritakan ulang tentang video ini kepada sahabat alqo. Semoga bermanfaat.



(c) andriewongso.com

Alkisah ada sebuah pohon apel yang mencintai seorang bocah laki-laki. 
Setiap hari si bocah berlarian dan bermain dengan senangnya dibawah pohon apel itu. Setiap hari dia selalu datang dan bermain dengan pohon apel tersebut. 
Si bocah lelaki itu merangkai daunnya dan mengenakannya sebagai mahkota.

Kadang bocah ini memanjat, atau bermain ayunan diantara dahan-dahan pohon apel tersebut.
Saat lapar, anak ini juga makan buah apel dari pohon tersebut sambil bersandar dibawah pohon itu.
Setelah letih bermain, si bocah ini juga terlelap tidur dibawah rindangnya pohon apel itu.
Si bocah sangat mencintai pohon ini, begitupun dengan pohon apel juga sangat mencintai bocah tersebut.

Waktupun cepat berlalu...
Si bocah sekarang sudah tumbuh dewasa. Dia tak pernah lagi datang kepada si pohon apel lagi.
Pohon apel merasa sangat kesepian tanpa keceriaan tawa si bocah yang biasanya bermain dibawah rindangnya daunnya.

Suatu hari, si bocah yang telah tumbuh dewasa datang kembali dibawah pohon apel.
Pohon apel sangat senang melihat bocah yang dicintainya datang kembali kepadanya.
"Hai anak muda, silahkan naik lagi ke badanku seperti dulu kau melakukannya", ucap pohon apel dengan riang.
"Makanlah buahku, ayo kita bermain lagi", lanjut pohon itu.

Si bocah menjawab,"Aku bukan anak kecil lagi, aku tidak akan memanjat pohon dan bermain seperti dulu".
"Aku ingin membeli mainan, jadi aku butuh uang", ucap anak muda itu.
"Pohon, bisakah kau memberiku uang untuk membeli mainan?", pinta anak muda itu kepada pohon.

"Maaf",kata pohon.
"Aku tak punya uang, Nak", lanjutnya.
"Ambillah buah dan daunku, juallah ke pasar. Kamu akan mendapatkan uang", ucap pohon.
"Bergembiralah", lanjut pohon apel.

Si bocah bersemangat segera memanjat dan mengambil sebanyak mungkin buah apel dan daun sebisa dia lalu membawanya pergi ke pasar.
Lama sekali setelah itu, si bocah tak kunjung kembali kepada pohon apel.
Sangat lama.
Pohon merasa sedih dan sepi.

Hingga suatu hari, si bocah datang kembali.
Si pohon sangat bergembira hingga bergetar.
"Ayo nak, naiklah di badanku. Bermainlah seperti dulu", ucap pohon apel.

"Aku sangat sibuk, hingga tak lagi sempat memanjat pohon", kata si bocah.
"Aku ingin sebuah rumah untuk menghangatkan diri", pinta si bocah.
"Pohon, bisakah kamu memberiku rumah?", tanya si bocah berharap.

Pohonpun menjawab,"Aku tidak punya rumah".
"Hutan ini adalah rumahku",kata si pohon apel.
"Tapi kau bisa membelah hutan, dan memotong dahan-dahanku untuk membuat sebuah rumah", jawab pohon apel.

Si bocah segera menebang dahan pohon dan membawanya pergi.
Namun lama setelah itu si bocah tidak datang lagi.
Saat si bocah datang lagi, saking gembiranya si pohon tak mampu berkata banyak lagi.
"Ayo nak bermainlah", kata si pohon.


(c) andriewongso.com

"Aku sudah tua", jawab bocah yang telah berumur itu.
"Aku ingin sebuah perahu yang bisa membawaku pergi. Bisakah kau memberiku sebuah perahu wahai pohon apel?", tanya bocah itu.

"Tebanglah aku dan buatlah perahu. Pergilah berlayar dengan gembira", jawab si pohon apel.
Si bocah tuapun menebang kayu dan membawanya pergi.

Setelah sekian lama, si bocah tua kembali datang. Rambutnya telah memutih dan dia memakai alat bantu untuk berjalan.
Pohon berkata,"Maaf nak. Aku sudah tidak mempunyai apa-apa lagi untuk bisa aku berikan padamu".

Si bocah tua menjawab,"Akupun sudah tua. Aku sudah tidak membutuhkan apa-apa lagi. Yang aku butuhkan hanya sebuah tempat yang tenang untuk beristirahat, karena aku sangat letih".

"Tepat sekali. Aku adalah sisa pohon apel yang tua dan sangat cocok jika kau gunakan untuk duduk istirahat", jawab pohon dengan riang.
"Mari nak, beristirahatlah dibadanku", lanjut pohon itu.

Si bocah tuapun dengan badan terbungkuk meletakkan diri diatas badan pohon itu untuk duduk beristirahat.




Sahabatku, pohon apel ini sama dengan ayah dan ibu kita. 
Saat mereka kesepian sendirian, saat mereka membutuhkan kita, dimanakah kita, anak-anaknya berada?
Semuanya telah diberikan kepada kita, anak-anak yang dicintainya.
Berapa banyak waktu yang kita sisihkan untuk mereka?
Berapa perhatian yang telah kita berikan kepada mereka?
Suatu hari kelak kita akan menjadi seperti pohon itu.
Semoga, kita bisa menjadi pohon yang berbahagia.

(www.andriewongso.com)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar